|
Renungan Natal
dan Persiapan Memasuki Tahun 2000
APA SUDAH ADA NATAL DI HATIMU ?
( Warta Sepekan GBI Bethany, 26 Desember 1999
)
Hari Natal 25 Desember 1999 merupakan hari Natal terakhir untuk milenium ini. Hari Natal
ini kemungkinannya sudah diperingati selama ribuan kali, walaupun bukti sejarah dan
penanggalan tidak membutikan bahwa 25 Desember itu merupakan tanggal kelahiran Tuhan Yesus
yang sebenarnya.
Apa arti Natal sesungguhnya bagi umat manusia?
Natal itu merupakan peristiwa kelahiran seorang Bayi ke dunia. Seorang Bayi yang dikandung
oleh Roh Kudus dan lahir dari perawan Maria di Betlehem, yang memang sudah ditetapkan oleh
Allah Bapa untuk menebus dosa seluruh umat manusia yang percaya kepada-Nya. Allah yang
menjadi manusia melalui proses kelahiran wajar yang dialami oleh setiap manusia. Allah,
yang telah mengosongkan diri-Nya sampai mati di salib untuk menggenapkan rencana agung
Bapa, benar-benar bisa membayar dan menebus lunas dosa manusia, yang seharusnya binasa dan
dimasukkan ke alam maut.
Dengan mengosongkan diri inilah Penebus kita, Yesus Kristus, bisa mengerti setiap masalah
dan penderitaan manusia karena Dia benar-benar sudah mengalami sendiri segala penderitaan
itu. Dialah yang memang benar-benar patut untuk mengatakan, 'Mari, datanglah kepada-Ku,
hai kamu yang berbeban berat. Aku akan memberi kelepasan kepadamu!'
Dialah satu-satunya jalan, kebenaran dan hidup, dimana tidak ada seorang manusiapun yang
bisa sampai ke Bapa, ke Sorga, kalau tidak melalui Dia. Dan di bawah kolong langit ini
tidak ada nama lain dimana manusia bisa selamat kecuali nama Yesus Kristus.
Dia, Allah, yang dengan rendah hati berkata, 'Lihat, Aku berdiri di muka pintu (hati) dan
mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu (hati), Aku akan
masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan
Aku.' (Wahyu 3:20)
Undangan berlaku bagi semua orang dan ini tetap berlaku sampai hari ini, 'Tetapi semua
orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang
percaya dalam nama-Nya, orang-orang yang diperanakkan bukan dari darah dan daging, bukan
pula secara jasmani oleh keinginan seorang laki-laki, melainkan dari Allah.' (Yohanes
1:12-13)
Setiap orang yang mau menerima undangan Kristus ini dan bertobat dari segala kesalahan dan
dosa-dosanya serta mengaku dan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadinya
serta mengundang-Nya masuk ke dalam hatinya, maka secara roh dia telah menjadi ciptaan
baru dan menerima segala janji yang telah Allah Bapa sediakan, baik selama hidup di bumi
maupun setelah itu, untuk senantiasa bersama-sama dengan Dia selama-lamanya. Orang
tersebut mengalami kelahiran baru dan dengan kasih karunia akan terus diubahkan.
Yesus Kristus telah lahir dalam hati orang itu. Dalam hatinya sudah ada Natal karena
Kristus telah lahir di hatinya. Dan dia menjadi warga Kerajaan Allah dimana Allah sendiri
yang bertahta. Dia hidup dalam Kerajaan Allah.
Apa Kerajaan Allah itu?
Kerajaan Allah bukanlah soal makan dan minum tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan
sukacita oleh Roh Kudus! (Roma 14:7); dan Kerajaan Allah itu bukan terdiri dari perkataan,
tetapi dari kuasa (1 Korintus 4:20).
Kita perlu meneliti sekarang, apakah kebenaran, damai sejahtera, sukacita dan kuasa oleh
Roh Kudus benar-benar sudah ada dalam kehidupan kita? Sebab inilah ciri atau tanda kalau
kita ada dalam Kerajaan Allah.
Kalau kita ada dalam Kerajaan Allah, kerajaan yang tidak tergoncangkan, maka siapapun,
apapun dan bagaimanapun kondisi yang ada di sekitar kita tidak ada satupun yang bisa
mempengaruhi atau menggoncangkan kita ! Sebab kita, orang yang sudah Yesus benarkan, tidak
hidup lagi dari apa yang didengar atau dilihat, tetapi hidup karena iman. Iman kepada
setiap janji Tuhan yang tertulis di Alkitab.
Sebelum kita memasuki tahun 2000, awal era milenium ke-3, mari kita periksa ulang
ke'lahir-baru'an kita. Kita harus benar-benar serius untuk hal ini, jangan main-main!
Kita harus benar-benar yakin bahwa memang kita sudah lahir baru dengan segala manifestasi
kelahiran-baru kita.
Begitu kita lahir baru kita akan memiliki kerinduan untuk selalu mengadakan hubungan
dengan Tuhan karena kita benar-benar mengasihi Dia.
Kita benar-benar ingin melakukan hukum yang terutama yang ditetapkan oleh Tuhan Yesus di
Markus 12:30-31, 'Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap
jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Kasihilah sesamamu
manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua
hukum ini.'
Melalui persekutuan pribadi dengan Tuhan inilah, karakter kita akan diubahkan.
Melalui hubungan pribadi inilah, hati dan pikiran kita akan diperbaharui.
Melalui persekutuan pribadi inilah buah Roh kita akan dimunculkan dan dimatangkan.
Tetapi, kalau saat ini ada di antara kita yang belum bisa mengadakan hubungan atau
persekutuan pribadi dengan Allah secara tetap, ini bukan berarti kita belum lahir baru.
Jangan tertuduh! Banyak diantara hamba-hamba Tuhan, sewaktu dihadapkan pada pertanyaan,
'Apa yang paling membuat malu pada saat masuk ke Sorga, dan hal apa yang ingin kalian
ubah?' Mereka hampir serentak menjawab, 'Persekutuan pribadi saya dengan Tuhan!'
Banyak dari kita yang merasa bersalah karena ketidakteraturan dalam persekutuan atau doa
pribadi. Walaupun sudah dicoba untuk dilakukan tetapi tokh tetap tidak berjalan dengan
benar. Frustrasi ini umum, dan yang dapat diselesaikan dengan mengerti akan adanya dua
prinsip penting dalam persekutuan pribadi: waktu dan catatan.
Prinsip waktu. Banyak kali ketidakpuasan dan kesedihan dalam bersekutu dengan Tuhan
berawal dan berakhir pada masalah waktu! Ada yang merasa sedih dan bersalah dengan adanya
pernyatanan yang mengatakan jika tidak bersekutu dengan Tuhan pada pagi hari, maka Tuhan
tidak akan menyertainya di sepanjang hari itu. Atau, kalau belum menghabiskan waktu paling
tidak sekian jam dengan Tuhan berarti belum cukup! Dsb. Dsb. yang semuanya akan menjadikan
kita merasa bersalah.
Perasaan bersalah itu banyak sumbernya. Memang ada yang berasal dari hal yang benar,
tetapi bisa juga berasal dari kesalah-mengertian prinsip waktu yang harus dihabiskan
bersama Tuhan.
Dasar kehidupan ibadah ialah waktu untuk Allah - untuk membina persekutuan kita dengan
Dia. Waktu yang kita pakai untuk mengenal dan mengasihi Dia sebagai Pribadi - sebagai
Teman - yang baik. Allah itu bisa berpikir, memilih, merasa - dan Dia sendiri
memperlakukan kita dengan cara yang sama. Kita bisa mengasihi Dia walalupun kita tidak
bisa melihat-Nya.
Waktu bersekutu dengan Tuhan adalah waktu yang kita sediakan untuk Tuhan. Kita tidak akan
bisa berteman dengan seseorang hanya dengan berbicara pada waktu pagi saja. Jelas tidak
benar kalau dikatakan Allah tidak bersama kita karena kita lalai untuk menemui-Nya pada
waktu tertentu. Hubungan kita tidak tergantung hanya dari jumlah waktu yang telah
dihabiskan bersama. Kualitas hubungan dan keintiman juga penting. Jadi, walaupun lamanya
waktu yang kita sediakan itu penting, lebih penting lagi untuk melihat bagaimana pemakaian
waktu setiap harinya.
Jangan memakai pengalaman seseorang untuk petunjuk atau penghakiman. Pengalaman orang bisa
kita pakai untuk menambah wawasan tetapi yang penting adalah hubungan pribadi kita dengan
Dia.
Untuk memulai hubungan pribadi dengan Tuhan pertama-tama kita harus menyediakan waktu
khusus. Ini bisa dilakukan kalau kita mau menjadikan hubungan pribadi dengan Tuhan itu
sebagai prioritas utama. Waktu yang telah kita tetapkan ini kita pakai sebagai standar,
yang setelah kita praktekkan, baru kita bisa mengadakan perubahan-perubahan atau
penyesuaian seperlunya. Sediakan waktu yang tetap untuk Tuhan, tidak peduli apakah pagi,
siang atau malam hari. Dengan menetapkan waktu khusus ini menjadikan kita mampu untuk
menghindari hambatan-hambatan seperti kemalasan, legalisme, ketidak teraturan ibadah dan
gangguan-gangguan lain.
Jangan lupa dalam nenetapkan waktu ini harus realistik antara melaksanakan jadwal dan
kebutuhan fisik untuk istirahat, misalnya. Dengan mempertimbangkan kedua hal ini baru
kemudian kita tetapkan waktu yang terbaik untuk bersekutu dengan Tuhan. Kuantitas dan
kualitas waktu kemudian bisa kita tambah sesuai dengan bertambah dalamnya keintiman kita.
Jangan lupa mewaspadai adanya keterikatan dengan kebiasaan seperti doa harus sekian menit,
baca firman sekian menit, dsb.
Prinsip mencatat. Untuk menjaga kualitas persekutuan dengan Tuhan bisa dilakukan dengan
mencatat hasil yang diperoleh. Ini merupakan hal penting yang perlu kita lakukan pada saat
kita bertemu dengan Dia. Dengan cara inilah kita bisa mengukur atau mengetahui hasil dari
apa yang telah kita lakukan. Catat pemikiran-pemikiran, pertanyaan-pertanyaan, atau
prinsip-prinsip yang kita peroleh. Dengan mencatat, paling tidak akan membantu untuk
mengingat, memeriksa suatu kemajuan, membantu proses belajar kita.
Apapun, dimanapun dan bagaimanapun tingkat persekutuan kita dengan Tuhan, mari, mulai hari
ini, kita tingkatkan lebih lagi untuk menyatakan kasih kita kepada-Nya.
ke
renungan yang lain |
|