Tahun Pelipatgandaan - Tahun Mujizat - Tahun tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya

MULAILAH HIDUP DALAM KEINTIMAN DENGAN TUHAN (2)

( Warta Sepekan GBI Bethany, 27 Februari 2000 )



Untuk melihat apakah masih ada pemberontakan dan penolakan kita akan campur tangan Tuhan dalam menghancurkan manusia lama, terlihat dari sikap yang muncul saat kita menerima dan mengalami proses yang tidak enak itu. Pada saat yang demikian itu kita akan diperhadapkan pada dua pilihan: mau menyerah atau tetap berusaha lebih keras lagi untuk memperoleh simpati dan pengakuan? Kalau masih 'ngotot' artinya kita masih ingin mempertahankan manusia lama. Dan akan tiba saatnya Tuhan sendiri yang turun tangan langsung untuk menanggalkan manusia jiwani kita!

Setelah melewati masa kehancuran hati jiwa kita akan dipekakan terhadap suara Roh Kudus. Begitu Roh berbicara segera kita akan menyadari dan mentaati perintah-Nya. Bukan berarti kita akan banyak waktu untuk menganggur, tetapi sebaliknya, kita akan disibukan dengan kegiatan dengan pengarahan langsung dari Roh yang didasari oleh kasih yang supraalami. Begitu Tuhan selesai menghancurkan manusia lama kita, Dia akan menggantikan kegiatan jiwani dengan diri-Nya sendiri sehingga mampu mendorong kita untuk belajar lebih intim lagi dengan-Nya. Kita perlu dan harus mempraktekan dan mengalami seni berdiam diri untuk merenungkan keagungan Tuhan. Untuk ini pada mulanya memang ada hambatan karena sudah sekian lama, atau selama hidup, kita dikuasai dan dikontrol oleh keinginan jiwani. Setelah ini jangan ada lagi usaha-usaha jiwani untuk mencoba mereka-reka untuk memperoleh gambaran seperti Siapa dan seperti Apa sih Tuhan itu?! Biarkan Roh Kudus sendiri yang akan menyingkapkannya kepada kita.

Tuhan akan membimbing kita menuju iman yang murni sehingga menjadikan kita bisa mengerti dan mau meninggalkan segala pertimbangan dan dalih-dalih duniawi yang sekarang kita miliki. Tuhan sendiri yang akan mendorong kita, kalau mau.

Untuk mendobrak penghalang keintiman karena hambatan kejiwaan ini kita bisa melatih diri (pendisiplinan diri) dengan duduk diam di hadirat Tuhan dan belajar serta merenungkan dan membaca dengan bersuara dalam tempo lambat, ayat-ayat keintiman misalnya di Mazmur 46, 51, 119; Kidung Agung, dan lain-lain. Ucapkan dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akalbudi dan segenap kekuatan. Nyatakan dan katakan kepada Tuhan di sepanjang hari kita bahwa kita sangat mengasihi-Nya dan memohon agar Dia mengarahkan kehidupan kita. Jangan mengisi hari kita dengan hal-hal yang menyibukkan tetapi fokuskan hanya pada perkara kasih. Beri perhatian penuh pada suara Roh Kudus yang berbicara dalam hati untuk tugas-tugas khusus yang dinyatakan-Nya. Yakinkan diri untuk selalu minta konfirmasi sehingga benar-benar kita mengenal suara -Nya. (Baca Yakobus 1:25-26; 1 Yohanes 4:18-19; Ibrani 7:19; Mazmur 19:7; 52:7; Yesaya 26:3).

Hambatan kejiwaan lain yang bisa menghambat keintiman kita ialah pendekatan emosionil, yaitu pendekatan yang pada dasarnya berintikan pada rasa kasihan diri. Pendekatan yang percaya bahwa airmata itu bisa dipakai untuk menimbulkan rasa iba Tuhan sehingga Dia akan turun tangan. Firman dengan tegas menyatakan bahwa tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah (Ibrani 11:6). Jadi bukan airmata atau emosionil kita. Kalau kita dikuasai oleh emosionil ini akan menjadi dengan cepat terangsang untuk bergembira atau bersedih, dan yang seringkali akan jatuh ke sikap mengasihani diri-sendiri. Emosi yang gampang 'diobok-obok', cepat naik dan cepat pula turun, tergantung situasi dan kondisi rangsangan kejiwaan yang ada. Kita mudah merasa tertekan, sedih, marah, melamun, dan ber'gosip'. Kalau sementara ada orang lain yang sulit untuk bisa mengekspresikan emosi kejiwaannya, kita cenderung untuk pamer ekspresi. Airmata akan kita pakai untuk kekuatan, baik untuk mengesankan orang atau untuk menguasainya. Jika tidak mewaspadai hal ini para pendoa, khususnya yang belum menyerahkan emosinya kepada Kristus, akan sulita membedakan mana beban yang dari Tuhan dan mana yang muncul karena emosi kejiwaannya.

Sikap ini, yang intinya adalah mementingkan diri-sendiri, merupakan ciri sikap anak-anak yang kurang/tidak diajar. Tuhan ingin mengembangkan keintiman yang dewasa. Jika kita tidak mati terhadap rasa kasihan dan mementingkan diri sendiri ini, dalam penyembahan atau dalam pelayanan, kita akan banyak merengek-rengek dan minta untuk dilayani. Ingat bahwa Tuhan itu tidak menempatkan kita di dunia ini untuk dilayani tetapi untuk melayani (Matius 20:28).

Kita harus bisa, dengan kasih karunia, memanifestasikan Roh Kehidupan yang sudah Tuhan anugerahkan, dalam kehidupan kita, sama seperti yang Yesus telah nyatakan; dan menyalibkan diri. Kalau Yesus mampu memikul salib dan menerima segala cemoohan, kitapun, yang sudah intim dengan-Nya, akan dan sudah dimampukan untuk bisa bertahan dan tidak mengeluh.

Kejiwaan emosionil itu akan menjadikan seseorang memiliki hati yang bimbang, atau mendua, yang dia tidak akan akan menerima apa-apa (Yakobus 1:5-8). Mendua hati (dipsuchos) artinya mempunyai dua jiwa. Seseorang yang memiliki dua jiwa itu akan memiliki hati bimbang. Pada saat roh mencoba menjangkau imannya, jiwanya bergantung pada ketidak percayaan. Orang mendua-hati itu adalah mereka yang mempunyai dua minat, dua keinginan, dan dua penilaian. Bila kita memiliki hati yang mendua, kita akan melawan, bahkan berusaha untuk meniadakan, kekuatan-kekuatan yang mencoba merubah kehidupan kita dan kehidupan orang lain! Jika hati kita tidak dijaga kehidupan tidak akan bisa naik. Ingat, menjaga itu berari berjaga-jaga dan melindungi. Kita harus menjaga hati agar tidak ada keinginan di luar Tuhan yang masuk sebab keinginan inilah yang akan menjadikan hati bimbang.

Contoh orang yang hidupnya dibimbing, dikomntrol, emosi adalah raja Saul. Pada saat dia dikalahkan orang Filistin dan ingin membalasnya dia memerintahkan semua orang berpuasa. Yonathan, anaknya, yang tidak mengetahui perintah itu dan makan, diperintahkan untuk dibunuh! Pada kesempatan lain, sewaktu berperang dan menang atas bangsa Amalek yang jahat, dia melanggar perintah Tuhan untuk membinasakan seluruh bangsa ini dengan membiarkan rajanya tetap hidup.

Untuk mendobrak hambatan kejiwaan ini kita bisa menghentikan instrospeksi, atau penilaian diri-sendiri, dan hanya melihat kepada Tuhan saja. Kita tidak lagi membuat keputusan hanya dari kata hati sendiri tetapi dengan sabar menunggu perintah dan peneguhan-peneguhan Tuhan. Kita tidak lagi mengambil keputusan berdasarkan emosi kita. (Baca Yakobus 1:1, Filipi 3:12, Yesaya 26:3, Mazmur 18:32-35). Selain itu kita harus banyak dan bebas menyembah Tuhan dan mendoakan firman dengan keras. Lupakan kebutuhan sendiri dan terus maju ke arah Tuhan. Sewaktu membaca firman biarkan setiap kata-kata yangh ada menembus dan bekerja kepada roh kita. Baca bagian-bagian Alkitab yang bisa meneguhkan iman. Lawan, dengan kasih karunia, segala pikiran ganda dan minta agar Tuhan memberikan pikiran yang jelas. (Baca Amsal 4:23; Roma 4:23-29; Mazmur 18:32-40, 55:17-23, 140:1-8; 144:1-9; 1 Petrus 3:4; Ibrani 11).

Pendekatan kejiwaan ketiga yang menghambat hubungan intim kita dengan Tuhan ialah intelektuil, kecenderungan untuk berpegang kepada rumus-rumus, prinsip-prinsip dan pola-pola yang kita miliki. Pada saat jiwa menang dan tegar, kita akan tampak mengesankan: cerdas, berkuasa, tegas, idealis. Dengan percaya diri memberikan penjelasan-penjelasan masalah rohani secara brilyan: lugas, logis dan sistimatis. Hambatan ini akan membawa ke tempat dimana pengetahuan kita lebih tinggikan daripada pengalaman, pengalaman akan kuasa Allah. Dam kita akan sesat (Matius 22:29)! Kita akan sering menguasai pembicaraan dengan apa yang kita anggap hikmat-hikmat yang berkesan 'wah', tetapi yang tidak bisa menjelaskan hakekat diri kita yang sebenarnya. Kita akan lebih banyak berbicara daripada mendengarkan sebab ingin pamer kecerdasan, dan suara sendiri. Sesungguhnya yang sedang kita bicarakan itu adalah sesuatu yang berasal dari jiwa kita, bukan dari roh. Amsal 18:7,12 menyatakan, 'Orang bebal dibinasakan oleh mulutnya, bibirnya adalah jerat bagi nyawanya. Tinggi hati mendahului kehancuran tetapi kerendahan hati mendahului kehormatan'.

Dalam penyembahan itu Tuhan akan melakukan dua hal: menghancurkan manusia luar kita dan memisahkannya dari kejiwaan. Yang pertama dilakukan dengan pendisiplinan oleh Roh Kudus, yang kedua dengan pewahyuan oleh Roh Kudus. Dalam masa pemisahan ini, firman Tuhan akan bertindak dengan cepat dan berkuasa, untuk memisahkan roh dan jiwa. Pemisahan antara kuasa rohani dan kuasa alami, antara kemampuan rohani dan alami, antara talenta rohani dan alami. Firman Allah itu hidup dan kuat dan lebih tajam dari pedang bermata dua manapun; yang menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; yang sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita (Ibrani 4:12). Firman Tuhan itu mampu memisahkan roh dan jiwa; pemisahan yang lebih dari sekedar kemampuan intelektual. Firmanlah yang akan mampu menembus, dan Roh Kuduslah yang mampu menyingkapkan motif-motif sebenarnya. Pelepasan antara roh dan jiwa hanya bisa terjadi dari pewahyuan Ilahi sehingga kita bisa mengetahui apa yang dari jiwa dan apa yang dari roh. Begitu hal ini terungkap, dengan bimbingan dan kuasa Roh Kudus, kita akan dimampukan untuk hidup dalam tubuh kebangkitan seperti Kristus. Untuk mengatasi hambatan kejiwaan ini kita bisa melakukan dengan duduk tenang di hadirat Tuhan setiap hari dan menanyakan apa yang harus untuk bisa mendobrak dan memisahkan manusia luar kita. (Baca Roma 1:9; 8:4-8; Yohanes 4:23-24; 12:24; 1 Korintus 2:11-14; 2 Korintus 3:6). Dan belajar merenungkan firman Tuhan dari sudut pandang keintiman atau hubungan, dan bukan pengetahuan kognitif. Baca ayat tanpa ada beban. Sewaktu berdoa bebaskan pikiran dan siap untuk menulis setiap pemikiran yang Tuhan berikan. (Baca Mazmur 63:3-11, 86; 1 Timotius 6:7-11; Yakobus 2:3-8; Filipi 2:1-7; Wahyu 12:11).

Selesai




ke renungan yang lain